Wahana Ekspresi Mahasiswa Hukum

Friday, September 08, 2006

MANA SIH YANG MUNAFIK?

Feature

MANA SIH YANG MUNAFIK?

Oleh : Bugi Purnomo Kiki

Ruangan sekretariat 4 kali 4 meter berbentuk bujur sangkar di gedung puskom Unila itu memang mampu melindungi diri dari sengatan Matahari yang memang sudah hampir diatas kepala menandakan akan datangnya adzan Jum’at, tapi tetap tidak mampu menahan panasnya hari itu yang disertai angin yang cukup kencang. Tidak berapa lama setelah itu terjadi keadaan yang 180 derajat berbeda, tiba-tiba saja langit mendung dan datang hujan yang semakin lama semakin deras, Keadaan yang panas begini memang biasanya menandakan datangnya hujan badai. Banyak keluh kesah terdengar samar dari beberapa orang di kantin kecil gedung puskom itu, maklum mereka hendak pergi ke masjid untuk menunaikan shalat jum’at. Tak terkecuali keluh kesah ini pun terdengar dari mulut kito, 20, (sebut saja namanya begitu), di sekretariat yang tadi itu “ah mapas, ujan pula, kagak shalat nih,” waktu memang sudah mendekati angka 12.05 dan shalat pun akan segera dimulai. Kegelisahan ini diperunyam dengan matinya lampu di gedung puskom itu, ruangan menjadi nampak gelap dan menyeramkan seakan memperlengkap keadaan saat itu.
Diluar ruangan nampak sekerumunan orang yang berkeluh kesah tadi itu berdiri di ujung-ujung bangunan yang nampak becek ubin-ubinnya, berharap hujan lekas berhenti dan itu adalah tempat paling dekat menuju masjid. Kebanyakan dari mereka telah menggulung celana panjangnya, entah bersiap-siap untuk shalat atau untuk menghindari becek hujan. Diantara mereka ada yang bernama safe’i, 19, yang sudah nampak rapi lengkap dengan pakaian shalat dan sajadahnya. Raut muka Safe’i nampak sekali terlihat muram dan seringkali mondar-mandir ditempat tanpa juntrungan yang jelas “sit man, pake hujan segala kampret lah, shalat Jum’atnye gimane nih,” ungkapan yang senada juga dikeluarkan oleh orang-orang di sekitarnya.
Jam pun telah menunjukan jarum 12.35, waktu shalat Jum’at pun telah berlalu, tanpa sadar kito telah dari tadi memperhatikan mereka dari pintu sekret dan berkata pelan . “apa-apaan mereka, kalau mereka benar-benar niat untuk shalat seharusnya hujan bukanlah rintangan yang berarti, lagi pula kenapa tidak berangkat dari tadi saja, kenapa harus menunggu hingga jam 12 baru akan berangkat,” celoteh kito saat belaga alim. Ocehan itu memang ada dasarnya karena memang di wajibkan sebelum shalat Jum’at untuk datang lebih awal guna mendengar khotbah Jum’at. Lebih lanjut kito mengoceh “wah, inilah tanda-tanda orang munapik bahkan mereka mengutuk hadirnya hujan ini, sedangkan mereka juga sangat berniat shalat untuk menyembah Allah, dasar gisyet,” sambil mengoceh tak jelas lagi. Mungkin maksudnya kito itu adalah agak aneh ketika seseorang pada saat bersamaan berniat untuk shalat mengagungkan asma Allah sedangkan di sisi lain orang itu justru menyesali nikmat dan karunia Allah yakni hujan.
Waktu pun berjalan dengan cepat, sudah jam satu sekarang dan kito pun mesti kuliah jam setengah dua. Setelah sedikit membereskan ruangan, ia siap untuk mengganti shalat Jum’at itu dengan shalat Zuhur di sebuah Mushola kecil dekat WC yang berjarak sekitar 10 meter dari ruangannya berada dan sambil bercuap lagi “wah, seharusnya mereka orang diluar tadi itu harus udeh shalat dong, munapik banget kalo belom.” Ternyata memang orang–orang yang tadi itu telah banyak yang shalat dan sebagian lagi sedang mengantri wudhu di sebuah kran yang memang tak banyak keluar airnya itu karena jetpamnya juga mati. Sambil menunggu antrian Wudhu Kito kembali keruangan sekret dan duduk-duduk sebentar, tiba-tiba suara hujan pun tak terdengar lagi, banyak yang menghela napas lega -termasuk Kito- dan mengucap Alhamdulillah karena akhirnya bisa keluar juga dari tempat yang tidak luas ini. Kito pun segera mengunci ruangan sekretariat itu lalu ngacir dari tempat itu, untuk segera mengikuti kuliah Etika profesi hukum “ah, jangan-jangan hujan lagi, harus buru-buru nih,” kata Kito, langsung pergi tanpa memikirkan lagi apa-apa saja yang belum lama dicelotehkannya itu.

WEhH Edisi 4 Mei 2004

0 Comments:

Post a Comment

<< Home