Wahana Ekspresi Mahasiswa Hukum

Friday, September 29, 2006

Rehat

MERDEKA DAN PESTA

Oleh : Wahyu Heriyadi

Apa jadinya bila para sufi berpesta di lampung? Mungkin jawabnya pementasan puisi yang berjudul pesta para sufi yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKM BS) Universitas Lampung bekerja sama dengan Komunitas Berkat Yakin (KoBer) di Pusat Kegiatan Mahasiswa, jumat malam, 3 Desember 2004. Sufi sendiri berarti woll, karena pakaian yang kerap kali digunakan oleh orang orang tersebut terbuat dari wool. Sufi sendiri dianggap dan dituding sebagai faktor kemunduran islam ketika Eropa mengalami zaman pencerahan, dikarenakan praktiknya yang terlalu absurd atau postrealitas. Sufi lekat sekali dengan ajaran tasawufnya, sementara kalangan lainnya mengharamkan praktik tersebut.
Jalalludin Rumi, salah seorang maestro sufi, sebelumnya adalah seorang yang taat akan hukum dalam menjalankan ibadah secara tekstual, kemudian merasakan pencerahan sufinya setelah kedatangan seorang darwis dan mendekam dikamarnya selama beberapa purnama dan merasakan ibadahnya secara kontekstual. Dan menimbulkan mitos mitos irasional tentangnya.
Pesta para sufi yang merupakan pementasan puisi yang dibacakan oleh seniman-seniman lampung dari Komuntias Berkat Yakin yang bekerja sama dengan UKM BS menghadirkan Ari Pahala, Iswadi Pratama, Jimi Maruli, dan dua seniman lainnya dimana salah satunya menjuarai peksiminas kemarin yang diselenggarakan di Lampung, dan juga Muhamad Yunus yang mementaskan monolog berjudul merdeka.
Dengan kerendahan hati, Iswadi Pratama membawakan puisi puisinya, berbeda dengan Ari Pahala membawakan puisinya dengan gaya riang dan kocak, sementara Jimi Maruli ketika membawakan pusinya terganggu dengan adanya deringan HP nya dan kemudian melakukan pembicaraan.
Musik pendukung yang mungkin bisa disebut sebagai musikalisasi puisi, nama yang lebih akrab daripada puisi musik atau musik puisi, atau juga mungkin puisi yang diiringi musik atau bahkan musik yang mengiringi puisi ( ? ). Dengan irama rock and roll, dan juga blues, dapat dikatakan memperindah atau mungkin mengganggu? Terserah pendengaran anda yang menafsirkannya. Yang menarik adalah monolog yang berjudul Merdeka, seorang bernama Merdeka, dibawakan secara sukses oleh Muhammad Yunus, ini terlihat dengan tawa lepas dari penonton, dan ketika ada kesalahan yang mungkin disengaja atau mungkin tidak disengaja, dapat dengan mudah mengantisipanya sebagai sebuah lelucon.
Monolog ini berkisah tentang kesialan perjalanan hidup seorang yang bernama Merdeka, dimulai dari sekolahnya yang amburadul, pekerjaan yang kacau, kondisi masyarakat yang seakan melecehkan kemerdekaan berpikirnya, dan juga percintaan yang berakhir dengan kesialan, serta konsultasinya dengan paranormal yang malah membuatnya menjungkirbalikkan makna merdeka.
Sehingga semua tertuju pada makna merdeka, dan kemudian merdeka sendiri menyalahkan secara teks nama merdeka yang melekat pada dirinya. Sementara ayahnya memberikan teks Merdeka yang
Melekat pada diri Merdeka dengan Kontemplasi konteks Merdeka. Meskipun setelah mengganti nama kehidupannya lebih baik, namun konteks merdeka telah hilang pada diri Merdeka, sehingga timbul kerinduan dan anaknya diberi nama Merdeka!


Buletin WEhH Edisi V-Desember 2004

0 Comments:

Post a Comment

<< Home